ANALISA INPUT-OUTPUT SISTEM POLITIK
Kita memandang sistem politik sebagai
suatu rangkaian kegiatan yang bertalian
dengan pembuatan keputusan yang autoritatif. Input sebagai masukan bagi
sistem untuk menghasilkan output dalam bentuk kebijakan. Kebijakan (sebagai
output dari sistem) menunjukkan hasil kerja sistem politik dalam kegiatannya
menyesuaikan diri dan mempengaruhi lingkungan. Hasil keluaran (output) dari sistem politik ini kemudian akan menentukan ataupun mempengaruhi tuntutan-tuntutan masyarakat
berikutnya. Dari kebijakan-kebijakan ini pula bisa meningkatkan maupun menurunkan tingkat kesetiaan masyarakat terhadap sistem politik. Karena itu pada bab
berikut ini akan dibahas mekanisme kerja sistem politik yang menjelaskan cara kerja sistem politik, input dan output sistem politik, wilayah dukungan sistem politik dan
cara-cara sistem politik memelihara dukungan.
A. Cara Kerja Sistem Politik
Sistem politik mulai bekerja ketika ia memperoleh
masukan (inputs) yang datang baik dari lingkungan masyarakat dalam maupun
masyarakat luar. Input yang masuk kepada sistem dapat berupa tuntutan dan
dukungan. Tuntutan adalah pelbagai
kepentingan/kebutuhan masyarakat antara lain kesehatan, pendidikan,
kesejahteraan, kebebasan, keagamaan dan sebagainya. Sementara dukungan (support)
adalah energi bagi sistem politik berupa
tindakan maupun pandangan-pandangan yang memajukan sistem politik. Input-input
yang masuk kemudian di konversi oleh sistem politik menjadi suatu keluaran (outputs). Output sistem yaitu keputusan
atau kebijakan yang mengikat masyarakat sebagai jawaban sistem politik terhadap
lingkungan. Output dibagi kepada dua yaitu penghargaan (rewards) dan penafikan (deprivations).
Apabila masyarakat menganggap bahwa tuntutan mereka terpenuhi, berarti output
itu adalah penghargaan, sebaliknya jika keluaran itu penafikan, berarti rakyat
tidak menerima atau merasa tidak puas terhadap output atau kebijakan tadi.
Seterusnya, output kemudian akan kembali menjadi masukan kepada sistem melalui
proses umpan balik (feed back). Artinya
disini, rangkaian kerja sistem politik diawali oleh input yang masuk kepada
sistem, yang akan menghasilkan output (kebijakan) sebagai hasil kerja sistem,
kemudian melalui saluran feedback,
output tersebut kemungkinan akan melahirkan input-input yang baru.
Inputs dan Outputs Sistem
Politik
Input-Tuntutan
Input politik dapat dibedakan antara
input-tuntutan dan input-dukungan. Input-tuntutan memerlukan
perhatian khusus sebagai jenis input utama bagi suatu sistem politik. Tuntutan
dapat mempengaruhi perilaku suatu sistem dengan berbagai macam cara. Tuntutan
juga merupakan salah satu sumber timbulnya perubahan dalam sistem politik. Input-tuntutan yang lahir dari
masyarakat dan lingkungan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat menghadapi
kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber yang seringkali tidak dapat memenuhi
dan memuaskan semua pihak. Tuntutan-tuntutan tersebut sebagai masukan bagi
pemerintah untuk melakukan proses pendistribusian sumber-sumber tersebut
(ekonomi, politik, nilai-nilai, kebebasan individu) atau mengalokasikan
sumber-sumber yang langka tersebut melalui keputusan politik (Ramlan Surbakti, 1992:
9).
Tuntutan-tuntutan ini
bergantung pula dengan budaya politik
suatu masyarakat yang hidup dalam sistem tersebut. Setiap kebudayaan mempunyai
sifat uniknya. Beberapa kebudayaan sangat menekankan keberhasilan ekonomi,
kebebasan individu, dan efisisensi rasional.
Beberapa kebudayaan lain menekankan pemeliharaan harmoni, walaupun
proses pencapaian tujuan itu berarti mengorbankan tujuan efisiensi dan
rasionalitas. Beberapa yang lain lagi menekankan tujuan mencari kekuasaan dan
prestise. Kebudayaan itu mengandung
patokan-patokan nilai dalam suatu
masyarakat dan karena itu menandai batas-batas wilayah konflik potensial, bila
hal yang bernilai itu tersedia dalam jumlah lebih sedikit dibanding tuntutan
yang ada. Karenanya kita tidak dapat berharap bisa memahami sifat
tuntutan-tuntutan yang memerlukan penyelesaian konflik apabila kita tidak siap
untuk menjelajahi secara sistematik dan intensif hubungan tuntutan-tuntutan itu
dengan kebudayaan yang ada.
Mengenai tuntutan-tuntutan
ini sangat penting juga apabila kita membedakan antara tuntutan internal dan
tuntutan eksternal. Tuntutan internal, bukanlah input yang
dimasukan ke dalam sistem melainkan sesuatu yang timbul di dalam sistem itu sendiri atau disebut juga dengan withinputs. Sedangkan
tuntutan eksternal merupakan tuntutan yang muncul dari luar sistem dan
lingkungannya.
Timbulnya tuntutan baik
internal maupun eksternal tidak begitu saja
menjadi suatu isu politik. Banyak tuntutan mati antara lain disebabkan
dukungan yang rendah dari sebgaian masyarakat, atau tuntutan tersebut didukung
oleh golongan masyarakat yang kurang berpengaruh dan tidak pernah bisa masuk ke dalam tingkat
pembuatan keputusan. Karena itu isu
politik adalah suatu tuntutan yang oleh anggota-anggota masyarakat ditanggapi dan dianggap sebagai
hal yang penting untuk dibahas melalui saluran-saluran yang efektif dan diakui
dalam sistem tersebut.
Input-Dukungan
Input-input yang berupa
tuntutan saja tidaklah memadai bagi keberlangsungan kerja suatu sistem
politik. Untuk tetap menjaga
keberlangsungan fungsinya, sistem politik juga membutuhkan enerji dalam bentuk
tindakan-tindakan atau pandangan-pandangan yang memajukan suatu sistem politik.
Input inilah yang disebut dengan dukungan. Tanpa dukungan, tuntutan tidak akan
bisa dipenuhi atau konflik mengenai tujuan tidak akan terselesaikan.
Bentuk-bentuk dukungan bisa berujud dengan memberikan suara yang mendukung
pencalonan seorang pemimpin atau membela
dan mempertahankan suatu keputusan otoritatif. Dukungan juga bisa jadi
tidak berujud tindakan yang nampak nyata dari luar, tetapi merupakan bentuk
tingkah laku “batiniah” yang disebut dengan pandangan atau suasana pikiran.
Karena itu menurut pandangan Easton, dukungan
(support) merupakan suatu kumpulan sikap-sikap atau kecenderungan –kecenderungan yang kuat, atau suatu kesediaan untuk
bertindak demi orang lain. Hal ini
terkesan apabila seeseorang tampak setia pada suatu partai, masyarakat yang
terikat pada demokrasi, atau bersemangat patriotis dan nasionalis.
Karena itu suasana pemikiran
yang bersifat mendukung merupakan input vital bagi keberlangsungan sistem
politik. Misalnya, sering dikatakan bahwa perjuangan dalam lingkungan politik
internasional melibatkan juga usaha menguasai atau mempengaruhi pemikiran
orang-orang yang menjadi sasarannya. Bila anggota-anggota suatu sistem politik
mengikatkan diri secara erat pada sistemnya atau tujuan-tujuan sistemnya itu,
kemungkinan bahwa mereka akan berpartisipasi dalam kegiatan politik domestik
maupun internasional yang bisa merusak sistemnya sendiri dapat dicegah
seminimal mungkin, oleh suatu faktor yang kuat berupa suasana pemikiran yang
mendukung itu. Bahkan dalam menghadapi provokasi besar-besaran dan gencar,
suasana pemikiran yang menekankan kesetiaan pada sistem itu dapat diharapkan
menjadi benteng yang tangguh.
Input-dukungan dapat
diidentifikasi melalui :
(1)
Wilayah Dukungan
Dukungan dimasukkan ke dalam sistem politik dan
mengarah pada tiga sasaran: komunitas, rejim, dan pemerintah. Diantara
ketiganya ini harus terdapat konvergensi atau kesatuan sikap, pendapat maupun
kehendak.
(a)
Komunitas Politik. Tidak satu pun
sistem politik yang dapat terus melangsungkan kerjanya kalau anggota-anggotanya
tidak bersedia mendukung eksistensi suatu kelompok yang berusaha menyelesaikan
perbedaan-perbedaan atau mendorong pembuatan keputusan-keputusan melalui
tindakan-tindakan bersama secara damai.
(b)
Rejim. Rejim terdiri dari semua pengaturan yang
mengatur cara menangani tuntutan yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut dan
cara melaksanakan keputusan. Ini semua adalah yang biasa disebut dengan “aturan
main” , dan yang dipakai oleh sebagian besar anggota sistem tersebut sebagai
ukuran untuk menilai sah-tidaknya tindakan anggota sistem. Dukungan terhadap aturan main ini dalam
istilah barat disebut dengan azas-azas konstitusional. Keselarasan
tindakan-tindakan anggota-anggota suatu sistem untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul akibat dukungan mereka terhadap suatu komunitas
politik melalui azas-azas (konstitusional) yang mengatur bagaimana dan dimana
penyelesaian tuntutan-tuntutan yang berbeda harus dilakukan.
(c)
Pemerintah. Bila suatu sistem politik ingin memiliki
kemampuan untuk menangani tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan yang
dimasukkan kedalamnya, bukan hanya anggota-anggotanya harus bersedia mendukung
penyelesaian konflik-konflik ini secara bersama-sama dan harus memiliki
konsensus tentang aturan main dalam penyelesaian konflik-konflik, tetapi
anggota-anggota sistem itu juga harus mendukung suatu pemerintahan yang
melaksanakan tugas-tugas konkrit menyelesaikan konflik-konflik itu. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan
pemerintah untuk mendapatkan dukungan yakni melalui bujukan, persetujuan,
manipulasi bahkan paksaan. Paksaan
dilakukan pemerintah untuk meraih dukungan masyarakat yaitu dengan menggunakan ancaman kekuataan
kekerasan. Namun sudah menjadi suatu aksioma
ilmu politik bahwa suatu pemerintahan
yang didasarkan atas penggunaan kekerasan semata-mata (seperti halnya pada
paradigma pemerintahan police state) tidak akan dapat bertahan lama,
karena itu suatu pemerintahan harus menciptakan suatu suasana pemikiran yang
mendukung di kalangan warga negaranya.
(2)
Kuantitas dan Ruang Lingkup Dukungan
Berapa banyak dukungan yang diperlukan oleh suatu
sistem dan berapa banyak anggota sistem yang dibutuhkan untuk memberikan
dukungan bila suatu sistem ingin
memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan merubah tuntutan-tuntutan menjadi
keputusan-keputusan? Tidak ada jawaban sederhana yang dapat diberikan. Situasi aktual dalam
setiap kasus akan menentukan jumlah dan ruang lingkup yang dibutuhkan itu.
B.
CARA SISTEM POLITIK MEMELIHARA DUKUNGAN
Tidak ada satu pun sistem politik dapat
menghasilkan output yang berupa keputusan-keputusan otoritatif, jika dukungan
disamping tuntutan tidak memperoleh jalan untuk masuk ke dalam sistem. Pada bab
sebelumnya sudah dibahas oleh Easton mengenai sasaran-sasaran dukungan bisa
diarahkan, kuantitas dan ruang lingkupnya. Permasalahan lebih lanjut adalah
bagaimana suatu sistem dapat mengelola untuk memelihara agar arus dukungan yang
tetap? Tanpa arus dukungan yang tetap dan ajeg , suatu sistem tidak dapat
menyerap energi yang cukup memadai dari anggota-anggotanya untuk mengubah suatu
tuntutan menjadi keputusan. Easton mengemukakan bagaimana sistem dapat
mempertahankan dukungan dengan memanfaatkan mekanisme-mekanisme berikut:
(1)
Output-output sebagai mekanisme dukungan
Output dari suatu sistem politik berujud suatu
keputusan atau kebijaksanaan politik. Salah satu cara untuk memperkuat ikatan
antara anggota-anggota dengan sistem adalah dengan menciptakan atau memberikan
keputusan-keputusan yang bisa memenuhi tuntutan-tuntutan sehari anggotanya.
Tanpa pemenuhan sedikitpun terhadap
tuntutan-tuntutan yang ada jelas akan mengendurkan kegiatan dari semua anggota sistem kecuali mungkin yang
memiliki semangat patriotik atau fanatis.
Output-output
yang berujud keputusan-keputusan politik merupakan pendorong khas bagi
anggota-anggota suatu sistem untuk mendukung sistem tersebut. Dalam setiap
sistem, dukungan yang diberikan anggotanya sebagian akibat ketakutan akan sanksi
atau keterpaksaan; dalam sistem-sistem otokratik proporsi dukungan-terpaksa itu
mencapai titik maksimum, namun semakin demokratis suatu sistem, proporsi itu
menurun.
Karena
output-output yang khas dari suatu sistem adalah keputusan-keputusan
mengenai kebijaksanaan, maka pada pemerintahan terletak tanggung jawab
tertinggi untuk menyesuaikan atau menyeimbangkan output berupa keputusan dengan input yang berupa
tuntutan. Tetapi untuk memperoleh dukungan, tentu saja pemerintah tidak perlu
memenuhi semua tuntutan yang ada walaupun tuntutan tersebut diajukan oleh
kelompok yang paling berpengaruh dan gigih. Karena pemerintah akan tetap
mendapat dukungan dari para anggotanya sepanjang keputusan-keputusan politik
yang dibuatnya secara umum dapat
memenuhi kepentingan mereka.
Selain itu pemerintah juga perlu menyiapkan
dukungan cadangan yang berujud pada kesetiaan partai yang mendukung pemerintah
tersebut. Karena partai merupakan sarana khusus
dalam masyarakat untuk mengerahkan dan memelihara dukungan bagi suatu
pemerintahan. Tetapi tetap saja,
keputusan-keputusan politik yang kurang memberikan keuntungan atau ganjaran
(rewards) kepada anggota-anggota sistem, akhirnya dapat membahayakan kelangsungan
sistem bahkan kesetiaan kepada partai yang tangguh sekalipun. Ketidakmampuan
pemerintah untuk menghasilkan output-output yang memuaskan bagi anggota-anggota suatu sistem akan
merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan baru untuk merubah rejim yang berlaku
atau menghancurkan komunitas politik itu.
(2)
Politisasi sebagai mekanisme dukungan
Ada beberapa kasus, dimana suatu sistem tetap
bertahan dan berfungsi meskipun tingkat pemenuhan tuntutan-tuntutan
anggotanya sangat rendah dan juga paksaan terhadap masyarakat terbatas. Dan
beberapa sistem politik juga mampu bertahan meskipun input-dukungan tidak
memadai. Hal ini disebabkan karena cadangan dukungan yang telah diakumulasikan
sebagai akibat dari keputusan-keputusan yang lalu bisa ditingkatkan dan
diperkuat dengan cara politisasi. Mekanisme yang digunakan adalah dengan
melakukan sosialisasi politik bagi seorang individu sejak masa kanak-kanak
dalam usaha memahami bagaimana suatu
sistem politik menciptakan dan mengakumulasikan sumber atau cadangan dukungan yang
besar. Kedua, sosialisasi politik
yang dialami individu akan membuatnya menganut nilai-nilai dan sikap-sikap
politik dan menjalankan tindakan politik yang dianggap benar dan diterima
secara umum, nilai-nilai politik yang begitu melembaga kemudian akan menentukan
kewajiban-kewajiban yang dijalankan individu
sehingga tercipta suatu keselarasan dalam tindakan-tindakan individu
dengan penafsiran dan pencapaian tujuan bersama.
Politisasi juga melibatkan ganjaran, hukuman,
keuntungan maupun kerugian. Siapapun
yang mengikuti (suka atau tidak) akan mendapat ganjaran misalnya dihormati, dibutuhkan, keuntungan
material (kekayaan), pengaruh dan kesempatan-kesempatan. Tetapi yang mengingkari nilai-nilai
masyarakat/sistem di luar batas, konsekuensinya kita akan ditolak, diasingkan,
tidak dihargai bahkan menderita kerugian material.
Ketiga, penanaman nilai-nilai politik cenderung
berulang-ulang. Berbagai mitos, doktrin dan filsafat politik ditanamkan suatu
penafsiran tertentu mengenai
tujuan-tujuan dan norma-norma kepada
setiap generasi. Unsur-unsur yang menentukan dalam proses penanaman atau
pewarisan nilai-nilai itu adalah orang tua, saudara, teman sepergaulan, guru,
organisasi, dan pemimpin masyarakat, disamping juga lambang-lambang fisik
seperti bendera dan upacara yang dipenuhi dengan makna politik.
Proses penanaman nilai-nilai politik dan rasa
keterikatan pada sistem politik ke dalam
diri anggota masyarakat inilah yang disebut dengan politisasi. Bila
keterikatan itu menjadi berakar sangat kuat
atau terlembaga, atau sistem politiknya memiliki legitimasi yang tinggi,
politisasi berjalan efektif yang dapat membuktikan pada sistem politik tersebut
dapat bertahan lama dan memperoleh legitimasi yang dapat dialihkan (diwariskan)
kepada generasi berikutnya. Dengan kata lain, Easton menegaskan bahwa bila
suatu sistem politik ingin dapat bertahan lama dalam menghadapi gelombang dan goncangan, maka
sistem itu harus menciptakan dukungan
yang didasarkan pada pengakuan akan legitimasi pemerintah dan rejimnya,
karena dukungan semacam inilah yang mampu menciptakan cadangan-cadangan
dukungan yang memadai.
ANALISA INPUT-OUTPUT
MITCHELL
Contoh
lain daripada analisis input dan output adalah sebagaimana dikemukakan oleh
Mitchell. Mitchell membagi ‘inputs and outputs’ dengan satu cara yang sedikit
atau agak berbeda dengan yang dikemukakan oleh David Easton. Menurut Mitchell
semua input sistem politik tidak hanya berupa demands dan supports saja melainkan juga perlu memperhitungkan semua input-input sistem termasuk
harapan dan sumber-sumber yang ada dimana sistem itu beroperasi.
Mitchell mendefinisikan
‘outputs’ sistem dalam tiga kategori-tujuan yaitu nilai, ongkos/biaya dan
pengawasan. Nilai merupakan pengertian ‘outputs’ positif sedangkan biaya adalah
negatif. Satu nilai untuk seorang pribadi biasanya meliputi biaya untuk dirinya
sendiri atau orang lain. Sedangkan kontrol adalah cara-cara di mana
tujuan, nilai dan biaya
diimplementasikan.
Dilihat
dari analisa inputs-outputs Easton dan Mitchell, dapat dikatakan bahwa David Easton
berbicara dalam istilah sosiologi politik sedangkan Mitchell mengemukakan sistem
politik dalam interpretasi ekonomi. Walaupun model polity/pemerintahan Mitchell
memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara tuntutan, harapan, sumber,-sumber
dan dukungan di satu sisi dan tujuan sistem, nilai-nilai dan biaya-biaya serta
pengawasan di sisi lain, model perubahan pemerintahan nyata/manifest
berdasarkan model analisa input-output Mitchel menggambarkan terjadinya hubungan timbal balik antara
sumber, tuntutan dan dukungan, manfaat publik
dan jasa satu sama lainnya.
Model
yang digambarkan Mitchel mengenai sistem politik, seperti dalam salah satu tulisannya,
Mitchel menjelaskan bahwa tujuannya adalah mendiskusikan tentang ‘bentuk teori
politik yang akan datang’ yang meramalkan bahwa teori politik baru di bawah
pengaruh ekonomi akan menambah kesenjangan jika kita tidak berbuat sesuatu.
Mitchel siap membuat awal yang sangat kuat dalam kesejahteraan ekonomi dan
dalam perkembangan cara-cara seperti ‘analisis biaya keuntungan’, teori sistem,
‘program penganggaran’ dan teori ekonomi lebih umumnya”.