Thursday, April 28, 2016

BUDAYA BURUH : BAGIAN 2

          Budaya buruh adalah pola pikir dan perilaku buruh untuk memperbaiki nasib melalui berbagai aksi kemudian meningkat menjadi revolusi[1]. Budaya bururh lahir berdasarkan pada kondisi obyektifnya, bahwa sepanjang sejarah kapitalisme, nasib buruh nyatanya makin sengsara. Cara mereka mengubah nasibnya adalah melalui aksi dan revolusi. Dengan cara demikian, buruh yakin bahwa nasibnya akan lebih baik melalui pengubahan sistem ekonomi, yaitu dari sistem ekonomi kapitalis menjadi sistem ekonomi sosialis, atau dari sistem ekonomi imperialis menjadi sistem ekonomi kerakyatan[2]. Aksi buruh lahir dari kondisi kehidupan sosial-kapitalis yang penuh dengan konflik, baik konflik ekonomi, sosial, maupun politik.
          Dalam melakukan aksi untuk mengubah dirinya, buruh harus berbekal teori. Tanpa teori, pelaksanaan aksis tidak akan tercapai secara efektif dan mengenai sasaran. Dalam teori aksi, beberapa elemen atau unsur-unsur yang ada dalam aksi adalah sebagai berikut[3] :
1.    Sifat aksi
Aksi buruh dapat bersifat ekonomi, sosial, dan politik. Aksi buruh juga dapat berskala nasional dan lokal. Selain itu, aksi buruh dapat bersifat komunal maupun individual, terkoordinasi ataupun sporadis, terpisah-pisah ataupun meluas. Aksi buruh pada awalnya menuntut perbaikan ekonomi. Apabila tidak dipenuhi, kemudia ia dapat berkembang menjadi aksi sosial. Setiap ada persamaan wacana tentang ketimpangan ekonomi dan sosial, buruh bisa jadi bergabung dengan aksi sosial sebagi wujud solidaritas sosial dan sekaligus membentuk front persatuan sebagai kekuatan menentang ketidakadilan sosial. Ketika aksi ekonomi dan sosial dipandang merugikan, dan pemilik modal dilindungi oleh kekuasaan politik, maka aksi sosial tadi dapat berkembang menjadi aksi politik, yakni aksi yang menuntut penggantian pejabat pemerintah atau mengganti lembaga pemerintahan yang dianggap tidak mampu mengakomodir kepentingan buruh dan masyarakat.
2.    Tingkatan aksi
Tingkatan aksi buruh dapat besar atau kecil, berat atau ringan, semua itu merupakan bagian suatu revolusi, atau menuju proses terjadinya revolusi. Aksi buruh yang gagal tidak berarti negatif, tetapi juga mempunyai arti positif, karena dari pengalaman kegagalan (kekalahan) itu kaum revolusioner dapat menarik pelajaran, sehingga kaum revolusioner makin terdidik dan terlatih. Kegagalan mendorong keberanian dan kemampuan berlawannya akan makin besar dan meningkat. Aksi buruh tidak boleh bersifat spekulatif. Aksi yang benar walaupun kecil harus dilakukan dengan perhitungan dan tanpa keraguan  walaupun kemenangan belum pasti diraih.
3.    Proses aksi
Proses aksi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, yaitu dapat dimulai dari bertanya, usul, protes, menuntut, menentang, dan akhirnya sampai perlawanan. Proses aksi dimulai dari pengiriman delegasi kecil sampai delegasi besar, dari aksi sebagian-sebagian sampai aksi total menyeluruh, aksi jangka pendek hingga aksi jangka panjang.
4.    Syarat-syarat aksi
Syarat-syarat aksi harus benar-benar diperhatikan sebelum aksi dimulai atau dilakukan. Syarat-syarat aksi itu ialah : (1) motif yang jelas sebagai dasar alasan suatu aksi dilakukan; (2) objektifitas tuntutan, tuntutan yang wajar dan kemungkinan dapat dipenuhi; (3) sasaran yang tepat, aksi ditujukan langsung kepada persoalan obyektif dan pemegang kendali, atau kepada aparat atau tangan-tangan dari pemegang kendali; (4) dapat dipahami dan didukung oleh massa yang berkepentingan, artinya massa yang mendukung merasa berkepentingan  dan memahami persoalan; (5)dapat menarik front atau tidak menambah lawan, massa atau golongan lain bisa memahami atau bahkan membantu aksi, atau massa pendukung aksi tidak berfihak pada lawan; (6) persiapan yang cukup, aksi yang dilakukan tidak bersifat spontan atau sudah memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang dihadapi, barisan yang disiapkan dinilai kuat dan solid. Aksi yang spontan dengan tanpa perhitungan yang matang biasanya gagal mencapai sasaran, bahkan bisa merusak tujuan aksi  sehingga dapat melemahkan kekuatan.
5.    Kekuatan aksi
Setiap aksi harus mempunyai kekuatan. Dalam aksi harus sudah disiapkan dan terpimpin secara baik, massa yang bergerak dengan kekuatan pelopor (barisan depan), kekuatan inti (ditengah-tengah) dan kekuatan basis (yang mendukung dan membentengi). Disamping kekuatan-kekuatan tersebut diatas, ada juga yang disebut dengan kekuatan front, yakni kekuatan di luar  kekuatan intern yang memiliki kepentingan yang sama, mereka kemudian bergabung, mendukung dan melakukan aksi bersama-sama. Namun demikian, kekuatan front tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan menang-kalahnya suatu aksi. Kekuatan front  hanya kekuatan tambahan yang dapat mempercepat kemenangan. Oleh karena itu, penentuan berhasil atau tidaknya aksi buruh sangat ditentukan oleh kekuatan intern-nya.
6.    Strategi dan Taktik Aksi
Setiap aksi harus memiliki target yang akan dicapai. Pencapaian target tersebut dapat ditempuh dengan cara perundingan/negosiasi atau kompromi. Kompromi merupakan takti dari perjuangan aksi dengan cara mendekatkan diri pada target yang dituju. Namun demikian, kompromi harus tetap berpegang teguh pada sasaran/target yang sudah ditetapkan
          Aksi buruh harus menjadi perhatian kamum kapitalis, karena buruh biasanya menggunakan ajaran Marx sebagai senjata moral perjuangan. Oleh karena itu, kaum kapitalis harus memiliki ajaran yang lebih baik daripada ajaran Marx, agar kaum buruh bersedia berpihak kepada pengusaha.  Agar buruh tidak melakukan aksi maupun revolusi, pemilik modal harus bersedia memperbaiki nasib buruh, seperti yang dilakukan umumnya pada negara-negara kapitalis maju. Pemilik modal harus bersedia memberikan sebagian saham perusahaan kepada buruh, sehingga buruh merasa menjadi pemilik perusahaan, sehingga ada keinginan untuk menjaga bahkan mengembangkannya. Dengan demikian, tingkat revolusioner buruh akan berkurang. Sedangkan di negara-negara berkembang, pemilik kapital belum mampu memperbaiki nasib buruh, oleh sebab itu gerakan aksi dan revolusioner kaum buruh masih cukup tinggi. Ketidakmampuan pemilik modal untuk berbagi karena mereka didominasi oleh pemilik modal global dan digerogoti birokrasi.



[1] Aksi adalah suatu gerakan perlawanan, merupakan bagian revolusi atau tahap awal suatu revolusi. Adapun revolusi adalah suatu puncak dari seluruh jumlah aksi (tingkat aksi) yang membesar, meluas, mematang, terkoordinasi, terpimpin, dan terarah. Baik aksi maupun revolusi harus mempunyai tujuan yang jelas, kekuatan rakyat yang riil, dan pimpinan tepat dan cakap. Dalam Darsono. 2009. Budaya Organisasi. Jakarta: Nusantara Consulting
[2] ibid
[3] ibid

No comments:

Post a Comment

PROSES PEMBELAJARAN DAN PRAKTEK SCL

             Belajar bukan sekedar mendapat pengetahuan, tetapi juga mengaplikasikan pengetahuan tersebut pada analisis yang kritis, krea...