BUDAYA BURUH : BAGIAN 2
Budaya buruh adalah pola pikir dan
perilaku buruh untuk memperbaiki nasib melalui berbagai aksi kemudian meningkat
menjadi revolusi[1].
Budaya bururh lahir berdasarkan pada kondisi obyektifnya, bahwa sepanjang
sejarah kapitalisme, nasib buruh nyatanya makin sengsara. Cara mereka mengubah
nasibnya adalah melalui aksi dan revolusi. Dengan cara demikian, buruh yakin
bahwa nasibnya akan lebih baik melalui pengubahan sistem ekonomi, yaitu dari
sistem ekonomi kapitalis menjadi sistem ekonomi sosialis, atau dari sistem
ekonomi imperialis menjadi sistem ekonomi kerakyatan[2]. Aksi buruh lahir dari
kondisi kehidupan sosial-kapitalis yang penuh dengan konflik, baik konflik
ekonomi, sosial, maupun politik.
Dalam melakukan aksi untuk mengubah dirinya,
buruh harus berbekal teori. Tanpa teori, pelaksanaan aksis tidak akan tercapai
secara efektif dan mengenai sasaran. Dalam teori aksi, beberapa elemen atau
unsur-unsur yang ada dalam aksi adalah sebagai berikut[3] :
1. Sifat aksi
Aksi buruh dapat bersifat ekonomi,
sosial, dan politik. Aksi buruh juga dapat berskala nasional dan lokal. Selain
itu, aksi buruh dapat bersifat komunal maupun individual, terkoordinasi ataupun
sporadis, terpisah-pisah ataupun meluas. Aksi buruh pada awalnya menuntut
perbaikan ekonomi. Apabila tidak dipenuhi, kemudia ia dapat berkembang menjadi
aksi sosial. Setiap ada persamaan wacana tentang ketimpangan ekonomi dan
sosial, buruh bisa jadi bergabung dengan aksi sosial sebagi wujud solidaritas
sosial dan sekaligus membentuk front persatuan sebagai kekuatan menentang
ketidakadilan sosial. Ketika aksi ekonomi dan sosial dipandang merugikan, dan
pemilik modal dilindungi oleh kekuasaan politik, maka aksi sosial tadi dapat
berkembang menjadi aksi politik, yakni aksi yang menuntut penggantian pejabat
pemerintah atau mengganti lembaga pemerintahan yang dianggap tidak mampu
mengakomodir kepentingan buruh dan masyarakat.
2. Tingkatan aksi
Tingkatan aksi buruh dapat besar atau
kecil, berat atau ringan, semua itu merupakan bagian suatu revolusi, atau
menuju proses terjadinya revolusi. Aksi buruh yang gagal tidak berarti negatif,
tetapi juga mempunyai arti positif, karena dari pengalaman kegagalan
(kekalahan) itu kaum revolusioner dapat menarik pelajaran, sehingga kaum
revolusioner makin terdidik dan terlatih. Kegagalan mendorong keberanian dan
kemampuan berlawannya akan makin besar dan meningkat. Aksi buruh tidak boleh
bersifat spekulatif. Aksi yang benar walaupun kecil harus dilakukan dengan
perhitungan dan tanpa keraguan walaupun
kemenangan belum pasti diraih.
3. Proses aksi
Proses aksi mulai dari yang paling
ringan sampai yang paling berat, yaitu dapat dimulai dari bertanya, usul,
protes, menuntut, menentang, dan akhirnya sampai perlawanan. Proses aksi
dimulai dari pengiriman delegasi kecil sampai delegasi besar, dari aksi
sebagian-sebagian sampai aksi total menyeluruh, aksi jangka pendek hingga aksi
jangka panjang.
4. Syarat-syarat aksi
Syarat-syarat aksi harus benar-benar
diperhatikan sebelum aksi dimulai atau dilakukan. Syarat-syarat aksi itu ialah
: (1) motif yang jelas sebagai dasar alasan suatu aksi dilakukan; (2)
objektifitas tuntutan, tuntutan yang wajar dan kemungkinan dapat dipenuhi; (3)
sasaran yang tepat, aksi ditujukan langsung kepada persoalan obyektif dan
pemegang kendali, atau kepada aparat atau tangan-tangan dari pemegang kendali;
(4) dapat dipahami dan didukung oleh massa yang berkepentingan, artinya massa
yang mendukung merasa berkepentingan dan
memahami persoalan; (5)dapat menarik front
atau tidak menambah lawan, massa atau golongan lain bisa memahami atau
bahkan membantu aksi, atau massa pendukung aksi tidak berfihak pada lawan; (6)
persiapan yang cukup, aksi yang dilakukan tidak bersifat spontan atau sudah
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang dihadapi, barisan yang disiapkan
dinilai kuat dan solid. Aksi yang spontan dengan tanpa perhitungan yang matang
biasanya gagal mencapai sasaran, bahkan bisa merusak tujuan aksi sehingga dapat melemahkan kekuatan.
5. Kekuatan aksi
Setiap aksi harus mempunyai kekuatan.
Dalam aksi harus sudah disiapkan dan terpimpin secara baik, massa yang bergerak
dengan kekuatan pelopor (barisan depan), kekuatan inti (ditengah-tengah) dan
kekuatan basis (yang mendukung dan membentengi). Disamping kekuatan-kekuatan
tersebut diatas, ada juga yang disebut dengan kekuatan front, yakni kekuatan di luar
kekuatan intern yang memiliki kepentingan yang sama, mereka kemudian
bergabung, mendukung dan melakukan aksi bersama-sama. Namun demikian, kekuatan front tidak bisa dijadikan dasar untuk
menentukan menang-kalahnya suatu aksi. Kekuatan front hanya kekuatan
tambahan yang dapat mempercepat kemenangan. Oleh karena itu, penentuan berhasil
atau tidaknya aksi buruh sangat ditentukan oleh kekuatan intern-nya.
6. Strategi dan Taktik Aksi
Setiap aksi harus memiliki target
yang akan dicapai. Pencapaian target tersebut dapat ditempuh dengan cara
perundingan/negosiasi atau kompromi. Kompromi merupakan takti dari perjuangan
aksi dengan cara mendekatkan diri pada target yang dituju. Namun demikian,
kompromi harus tetap berpegang teguh pada sasaran/target yang sudah ditetapkan
Aksi buruh harus menjadi perhatian
kamum kapitalis, karena buruh biasanya menggunakan ajaran Marx sebagai senjata
moral perjuangan. Oleh karena itu, kaum kapitalis harus memiliki ajaran yang
lebih baik daripada ajaran Marx, agar kaum buruh bersedia berpihak kepada
pengusaha. Agar buruh tidak melakukan
aksi maupun revolusi, pemilik modal harus bersedia memperbaiki nasib buruh,
seperti yang dilakukan umumnya pada negara-negara kapitalis maju. Pemilik modal
harus bersedia memberikan sebagian saham perusahaan kepada buruh, sehingga
buruh merasa menjadi pemilik perusahaan, sehingga ada keinginan untuk menjaga
bahkan mengembangkannya. Dengan demikian, tingkat revolusioner buruh akan
berkurang. Sedangkan di negara-negara berkembang, pemilik kapital belum mampu
memperbaiki nasib buruh, oleh sebab itu gerakan aksi dan revolusioner kaum
buruh masih cukup tinggi. Ketidakmampuan pemilik modal untuk berbagi karena
mereka didominasi oleh pemilik modal global dan digerogoti birokrasi.
[1] Aksi
adalah suatu gerakan perlawanan, merupakan bagian revolusi atau tahap awal
suatu revolusi. Adapun revolusi adalah suatu puncak dari seluruh jumlah aksi
(tingkat aksi) yang membesar, meluas, mematang, terkoordinasi, terpimpin, dan
terarah. Baik aksi maupun revolusi harus mempunyai tujuan yang jelas, kekuatan
rakyat yang riil, dan pimpinan tepat dan cakap. Dalam Darsono. 2009. Budaya
Organisasi. Jakarta: Nusantara Consulting
[2] ibid
[3] ibid
No comments:
Post a Comment