BUDAYA BURUH : BAGIAN 1
Budaya buruh adalah pola pikir dan
perilaku individu dalam upaya memperoleh upah yang layak. Buruh menyadari bahwa
tenaga dan pikirannya adalah barang dagangan yang dijual di pasar tenaga kerja.
Upah merupakan harga yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran[1].
Manusia memiliki kebutuhan materil yang merupakan kebutuhan primer dalam
hidupnya seperti sandang, pangan, dan papan. Selain kebutuhan materil, manusia
juga memiliki kebutuhan spirituil dan kebutuhan sekunder untuk memenuhi
kebutuhan pemeliharaan dan pengembangan jiwa serta pikiran. Oleh karena itu
pemenuhan kebutuhan manusia harus seimbang, disamping terpenuhinya kebutuhan
primer juga terpenuhi kebutuhan sekunder dan kebuthan jiwa seperti hiburan dan memperoleh pendidikan. Kebutuhan materill sebagai
kebutuhan primer bersifat mutlak bagi kelangsungan hidup manusia. Sedangkan kebutuhan
sekunder dan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan relatif. Namun demikian,
kebutuhan sekunder dan kebutuhan spiritual tetap penting dan diperlukan bagi kehidupan manusia yang lebih baik.
Kebutuhan materil
manusia dapat diperoleh dengan cara bekerja atau melakukan produksi. Manusia adalah
makhluk berakal, dengan kemampuannya, manusia dapat mengubah obyek alam maupun
sosial menjadi barang-barang dan jasa, atau lainnya yang bermanfaat bagi
manusia. Dalam proses produksi, manusia perlu melakukan hubungan dengan manusia
lain yang disebut dengan hubungan produksi. Oleh karena itu, produksi bersifat
sosial, karena dalam menghasilkan suatau barang/jasa merupakan hasil kerjasama di antara manusia. Oleh
karena itu, menurut Marx, produksi pada hakikatnya menjadi milik bersama untuk kepentingan bersama.
Hubungan produksi itu sendiri terdapat
dua macam bentuk yakni hubungan produksi kerja sama dan hubungan produksi kerja
penindasan[2].
Hubungan produksi kerja sama dilakukan secara sukarela untuk kepentingan bersama, hasilnya milik
bersama dan digunkan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama. Sedangkan hubungan
kerja penindasan terbentuk secara terpaksa, untuk kepentingan sepihak atau
perseorangan, hasil produksi menjadi milik kaum penindas untuk memenuhi
kebutuhan hidup kaum penindas. Bentuk dan sifat hubungan produksi ditentukan
oleh bentuk dan sifat kepemilikannya atas alat-alat produksi tersebut, bukan
ditentukan oleh tenaga produktifnya. Dalam hubungan produksi dimana alat
produksinya milik bersama seluruh masyarakat, berlangsung hubungan produksi
kerjasama yang bersifat sosialis. Pada masyarakat sosialis, hasilnya menjadi
milik bersama, semua pekerja mendapatkan bagian sesuai dengan hasil kerjanya.
Sedangkan pada masyarakat komunis, semua pekerja mendapatkan bagian hasil kerja
sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hubungan produksi dimana alat produksinya
sebagai milik perseorangan, berlangsung hubungan produksi kerja penindasan yang
bersifat penghisapan seperti yang berlangsung di dalam masyarakat pemilikan
budak, masyarakat feodal, dan masyarakat kapitalis. Di dalam masyarakat pemilik
budak, alat produksi milik tuan, dan hasil kerja para budak menjadi milik tuan,
para budak tidak mendapat bagian sama sekali. Di dalam masyarakat feodal, alat
produksi milik tuan, dan hasil kerja petani menjadi milik tuan tanah. Kaum tani
hanya mendapat bagian yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan
di masyarakat kapitalis, alat produksi milik tuan kapitalis, dan hasil kerja
kaum buruh menjadi milik tuan kapitalis, kaum buruh mendapat bagian yang tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan pemilikan alat produksi
sebagaimana penjelasan di atas, maka faktor pertukaran dan distribusi hasil
produksi sangat ditentukan oleh pemilikan alat produksi. Artinya, barang siapa
yang memiliki alat produksi maka merekalah yang menentukan pertukaran dan
distribusi hasil produksi. Beda halnya dengan masyarakat komunal primitif.
Dalam masyarakat komunal primitif, alat produksi menjadi milik kolektif, oleh
karena itu berlangsunglah sistem ekonomi kolektif. Proses dan hubungan produksi
dalam kehidupan ekonomi dan sosial dapat dilihat pada gambar berikut ini :
No comments:
Post a Comment