Sunday, April 24, 2016

KONSEP TENTANG MANUSIA

                Manusia adalah makhluk yang menjadi sentral pembahasan berbagai masalah. Dalam dirinya selalu ada pertentangan ataupun pencarian jati diri tentang arti dan peranan dari keberadaannya. Manusia akan selalu menghadapi atau berdiri diatas tumpukan masalah. Jika satu masalah dipecahkan, maka akan muncul atau masalah alain diciptakan. Hal ini karena manusia merupakan makhluk pencipta sekaligus pemecah masalah[1].
Manusia juga adalah makhluk yang tidak mudah puas, bahkan tidak pernah puas. Manusia adalah makhluk yang berkonflik baik konflik dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun dengan lingkungannya.  Manusia berkonflik dengan dirinya, yang terjadi bilamana kehendaknya tidak segera terwujud, disisi lain                 pikirannya selalu menuntut tindakan rasional, sedangkan kata hati tidak selalu sama dengan kehendaknya[2].
Manusia hidup berhubungan dengan lingkungan. Manusia pun berkonflik dengan lingkungan. Konflik dengan lingkungan disebabkan karena manusia selalu ingin mengolah dan memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya[3].
Setiap manusia memiliki pandangan hidup yaitu pandangan tentang dunia diluarnya dan pandangan tentang dirinya. Terdapat dua pandangan yang dipegang manusia, yaitu pandangan idealisme dan pandangan obyektivisme. Pandangan idealisme adalah bahwa fikiran sebagai faktor pokok yang menentukan keberadaan dirinya, sedangkan pandangan obyektivisme adalah bahwa kondisi obyektif sebagai faktor pokok yang menentukan keberadaannya. Kedua pandangan itu seharusnya tidak dipertentangkan tetapi harus saling melengkapi. Kondisi obyektif menentukan pikiran, kemudian pikiran menuntut tindakan manusia untuk mengelola kondisi obyektif agar menjadi lebih bermanfaat bagi kehidupan. Jika kedua pandangan itu dipertentangkan, maka akan terjadi krisis pemahaman[4].
Menurut Snijders (2004: 13)[5] , manusia adalah makhluk yang selalu mempertanyakan tentang sesuatu, ia merasa heran, bertanya dan mencari jawabannya. Jenis pertanyaan yang diajukan menentukan jenis ilmu yang akan membantunya memperoleh jawaban.  Manusia menurut Descartes (1596-1650) adalah makhluk yang berfikir (Cogito Ergo Sum), “aku berfikir maka aku ada”. Manusia menemukan kepastian keberadaannya karena manusia itu berpikir.
Maine de Biran (dalam Darsono, 2010: 3) menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk aku mau (volo), artinya makhluk yang memiliki kehendak yanng ingin diwujudkan melalui tindakan.
Menurut paham eksistensialisme, manusia adalah makhluk yang menemukan dirinya di dunia dan terarah kepada sesamanya. Manusia dapat disebut makhluk paradok, karena manusia termasuk dalam dunia alam sekaligus bertransendensi terhadapnya; manusia bebas dan terikat; manusia otonom dan tergantung; manusia terbatas dan tidak terbatas; duniawi dan ilahi, rohani dan jasmaniah[6].
Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah animal rationale, artinya hewan yang berakal budi, manusia juga adalah animal loquens  artinya makhluk yang berbicara (Snijders, 2004 : 13-17)
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dipandang sebagai[7]

  1. Makhluk alamiah : makhluk yang merupakan bagian dari alam secara biologis hidup, tumbuh,   berkembang dan mati secara alamiah
  2.  Makhluk produktif : makhluk yang bekerja untuk memenhi kebutuhan hidup, dan menyempurnakan hidupnya.
  3. Makhluk partisipasi aktif, yaitu makhluk yang mampu dan mau bekerjasama dengan orang lain
  4. Makhluk kontekstualisasi progresif yaitu makhluk yang mampu memecahkan masalah sesuai denga konteksnya
  5. Makhluk terpesona yaitu makhluk yang terpesona oleh kekuatan alam dan ciptaannya sendiri.
  6. Makhluk budak yaitu makhluk yang menjadi fungsi dari hasil ciptaannya sendiri, dan takluk dan menyerahkan diri menjadi budak orang lain atau bangsa lain.
  7. Homo Ludens yaitu makhluk yang mampu menciptakan permainan dengan alam dan sesama manusia.  Dari permainan itu dapat merusak alam dan merusak moral manusia.
  8. Homo faber makhluk yang mampu menciptakan peralatan kerja
  9. Homo Sapiens yaitu makhluk yang mampu berfikir sehingga mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  10. Homo economicus adalah makhluk yang mencintai kekayaan dan menganggap bahwa kekayaan adalah ukuran segala-galanya
  11. Homo homini lupus yaitu makhluk yang saling memangsa dalam memperjuangkan kepentingannya
  12. Homo ekologi yaitu makhluk yang mampu bersatu dengan alam, mengolahnya dan melestarikannya. Manusia mengelola alam untuk kemakmuran bersama.
  13. Zoon politikon yaitu makhluk binatang yang mampu berpolitk, merebut, mempertahankan dan mewariskan kekuasaan.
  14. Makhluk bingung yaitu makhluk yang banyak masalah yang harus dipikirkan dan dipecahkan dan tidak diketahui mana masalah yang pokok dan yang tidak pokok.

Manusia tidak bisa menampilkan keadaannya dirinya secara menyeluruh karena ia telah direduksi oleh nilai-nilai sosial budaya, perangkat hukum, dan pikiran dan lingkungannya. Namun demikian, manusia harus berjuang membentuk dirinya dengan mengerahkan segenap pengetahuannya, agar dapat diterima baik secara sosial, lingkungan dan tanpa harus menghilangkan idealismenya.

Kebutuhan manusia, sebagai makhluk alamiah membutuhkan makan, minum, dan atap untuk berlindung, membutuhkan hiburan agar hidupnya tidak membosankan. Manusia juga membutuhkan pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan kemampuannya. Makin tinggi kemampuannya, makin tinggi potensinya, dan makin tinggi pula produktivitasnya.

Dalam memenuhi kebutuhannya manusia harus bekerja. Oleh karena itu, Karl Marx memberi pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang bekerja[8]. Kerja harus mempunyai arti manusiawi. Kerja bukanlah tanda kerendahan manusia dan bukan alat pihak lain untuk mencari keuntungan. Dalam pekerjaan tercermin kualitas dan martabat manusia[9]. Pengertian ini menjadi titik tolak penghargaan dan mengukur tenaga kerja manusia.

Hidup manusia memiliki tiga dimensi yaitu estetis, etis, dan religius[10]. Manusia yang estetik yaitu pekerjaan manusia dapat menghasilkan  sesuatu yang mengagumkan. Manusia etis yaitu manusia mampu mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan dan keputusan yang diambilnya, dan manusia religius, manusia yang menggantungkan nilai-nilai spritual dalam setiap tindakan yang dilakukan dalam kehidupan.

Rousseau mengatakan manusia harus “kembali ke alam”. Manusia dijajah oleh hasil ciptaannya sendiri yang berupa uang, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan benda-benda lannya yang dianggap dapat membahagiakan hidupnya. Kini manusia terperangkap dalam kehidupan modern yang mekanistis. Sehingga, manusia masuk ke dalam jurang kehidupan yang munafik, congkak, dan korup. Seyogyanya manusia kembali kepada jati dirinya yaitu memberi makna pada kehidupan yang nyata. Mengelola lingkungan alam dan sosial secara bersama untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama.





[1] Dr. Darsono P, SE., SF, MA, MM. 2010. Budaya Organisasi: Kajian tentang  Organisasi, Budaya, Ekonomi, Sosial dan Politik, Jakarta: Nusantara Consulting, hal. 2
[2] ibid
[3] ibid
[4] Ibid, hal 2-3
[5] Snijders, Adelbert .2004. Antropologi Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
[6] Opcit Darsono, hal. 3-4
[7] Opcit Darsono,hal 4-5
[8] Dalam konsepsi Marx, dalam pekerjaan semua orang menjadi saudara, dan hasil pekerjaan menjadi milik bersama.
[9] Opcit Darsono, hal. 7
[10] Opcit Darsono, hal. 7

No comments:

Post a Comment

PROSES PEMBELAJARAN DAN PRAKTEK SCL

             Belajar bukan sekedar mendapat pengetahuan, tetapi juga mengaplikasikan pengetahuan tersebut pada analisis yang kritis, krea...