Sunday, April 24, 2016

ANALISA INPUT-OUTPUT SISTEM POLITIK

            Kita memandang sistem politik sebagai suatu rangkaian kegiatan yang bertalian  dengan pembuatan keputusan yang autoritatif. Input sebagai masukan bagi sistem untuk menghasilkan output dalam bentuk kebijakan. Kebijakan (sebagai output dari sistem) menunjukkan hasil kerja sistem politik dalam kegiatannya menyesuaikan diri dan mempengaruhi lingkungan. Hasil keluaran (output) dari sistem politik ini kemudian   akan menentukan  ataupun mempengaruhi tuntutan-tuntutan masyarakat berikutnya. Dari kebijakan-kebijakan ini pula bisa meningkatkan  maupun menurunkan tingkat kesetiaan  masyarakat terhadap sistem politik. Karena itu pada bab berikut ini akan dibahas mekanisme kerja sistem politik yang  menjelaskan cara kerja sistem politik, input dan output sistem politik, wilayah dukungan sistem politik dan cara-cara sistem politik memelihara dukungan.
A.     Cara Kerja Sistem Politik
Sistem politik mulai bekerja ketika ia memperoleh masukan (inputs) yang datang baik dari lingkungan masyarakat dalam maupun masyarakat luar. Input yang masuk kepada sistem dapat berupa tuntutan dan dukungan. Tuntutan  adalah pelbagai kepentingan/kebutuhan masyarakat antara lain kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, kebebasan, keagamaan dan sebagainya. Sementara dukungan  (support) adalah energi  bagi sistem politik berupa tindakan maupun pandangan-pandangan yang memajukan sistem politik. Input-input yang masuk kemudian di konversi oleh sistem politik menjadi suatu keluaran (outputs). Output sistem yaitu keputusan atau kebijakan yang mengikat masyarakat sebagai jawaban sistem politik terhadap lingkungan. Output dibagi kepada dua yaitu penghargaan (rewards) dan penafikan (deprivations). Apabila masyarakat menganggap bahwa tuntutan mereka terpenuhi, berarti output itu adalah penghargaan, sebaliknya jika keluaran itu penafikan, berarti rakyat tidak menerima atau merasa tidak puas terhadap output atau kebijakan tadi. Seterusnya, output kemudian akan kembali menjadi masukan kepada sistem melalui proses umpan balik (feed back). Artinya disini, rangkaian kerja sistem politik diawali oleh input yang masuk kepada sistem, yang akan menghasilkan output (kebijakan) sebagai hasil kerja sistem, kemudian melalui saluran feedback, output tersebut kemungkinan akan melahirkan input-input yang baru. 
Inputs dan Outputs Sistem Politik
Input-Tuntutan
Input politik dapat dibedakan antara input-tuntutan dan input-dukungan. Input-tuntutan memerlukan perhatian khusus sebagai jenis input utama bagi suatu sistem politik. Tuntutan dapat mempengaruhi perilaku suatu sistem dengan berbagai macam cara. Tuntutan juga merupakan salah satu sumber timbulnya perubahan dalam sistem  politik. Input-tuntutan yang lahir dari masyarakat dan lingkungan berangkat dari asumsi bahwa masyarakat menghadapi kelangkaan dan keterbatasan sumber-sumber yang seringkali tidak dapat memenuhi dan memuaskan semua pihak. Tuntutan-tuntutan tersebut sebagai masukan bagi pemerintah untuk melakukan proses pendistribusian sumber-sumber tersebut (ekonomi, politik, nilai-nilai, kebebasan individu) atau mengalokasikan sumber-sumber yang langka tersebut melalui keputusan politik (Ramlan Surbakti, 1992: 9).
Tuntutan-tuntutan ini bergantung pula dengan  budaya politik suatu masyarakat yang hidup dalam sistem tersebut. Setiap kebudayaan mempunyai sifat uniknya. Beberapa kebudayaan sangat menekankan keberhasilan ekonomi, kebebasan individu, dan efisisensi rasional.  Beberapa kebudayaan lain menekankan pemeliharaan harmoni, walaupun proses pencapaian tujuan itu berarti mengorbankan tujuan efisiensi dan rasionalitas. Beberapa yang lain lagi menekankan tujuan mencari kekuasaan dan prestise.  Kebudayaan itu mengandung patokan-patokan  nilai dalam suatu masyarakat dan karena itu menandai batas-batas wilayah konflik potensial, bila hal yang bernilai itu tersedia dalam jumlah lebih sedikit dibanding tuntutan yang ada. Karenanya kita tidak dapat berharap bisa memahami sifat tuntutan-tuntutan yang memerlukan penyelesaian konflik apabila kita tidak siap untuk menjelajahi secara sistematik dan intensif hubungan tuntutan-tuntutan itu dengan kebudayaan yang ada.
Mengenai tuntutan-tuntutan ini sangat penting juga apabila kita membedakan antara tuntutan internal dan tuntutan eksternal. Tuntutan internal, bukanlah input yang dimasukan ke dalam  sistem  melainkan sesuatu yang timbul  di dalam sistem itu sendiri atau disebut  juga dengan withinputs. Sedangkan tuntutan eksternal merupakan tuntutan yang muncul dari luar sistem dan lingkungannya.
Timbulnya tuntutan baik internal maupun eksternal tidak begitu saja  menjadi suatu isu politik. Banyak tuntutan mati antara lain disebabkan dukungan yang rendah dari sebgaian masyarakat, atau tuntutan tersebut didukung oleh golongan masyarakat yang kurang berpengaruh  dan tidak pernah bisa masuk ke dalam tingkat pembuatan keputusan.  Karena itu isu politik adalah suatu tuntutan yang oleh anggota-anggota  masyarakat ditanggapi dan dianggap sebagai hal yang penting untuk dibahas melalui saluran-saluran yang efektif dan diakui dalam sistem tersebut.

Input-Dukungan
Input-input yang berupa tuntutan saja tidaklah memadai bagi keberlangsungan kerja suatu sistem politik.  Untuk tetap menjaga keberlangsungan fungsinya, sistem politik juga membutuhkan enerji dalam bentuk tindakan-tindakan atau pandangan-pandangan yang memajukan suatu sistem politik. Input inilah yang disebut dengan dukungan. Tanpa dukungan, tuntutan tidak akan bisa dipenuhi atau konflik mengenai tujuan tidak akan terselesaikan. Bentuk-bentuk dukungan bisa berujud dengan memberikan suara yang mendukung pencalonan seorang pemimpin atau membela  dan mempertahankan suatu keputusan otoritatif. Dukungan juga bisa jadi tidak berujud tindakan yang nampak nyata dari luar, tetapi merupakan bentuk tingkah laku “batiniah” yang disebut dengan pandangan atau suasana pikiran. Karena itu menurut pandangan Easton, dukungan  (support) merupakan suatu kumpulan sikap-sikap atau kecenderungan –kecenderungan  yang kuat, atau suatu kesediaan untuk bertindak demi orang lain.   Hal ini terkesan apabila seeseorang tampak setia pada suatu partai, masyarakat yang terikat pada demokrasi, atau bersemangat patriotis dan nasionalis.
Karena itu suasana pemikiran yang bersifat mendukung merupakan input vital bagi keberlangsungan sistem politik. Misalnya, sering dikatakan bahwa perjuangan dalam lingkungan politik internasional melibatkan juga usaha menguasai atau mempengaruhi pemikiran orang-orang yang menjadi sasarannya. Bila anggota-anggota suatu sistem politik mengikatkan diri secara erat pada sistemnya atau tujuan-tujuan sistemnya itu, kemungkinan bahwa mereka akan berpartisipasi dalam kegiatan politik domestik maupun internasional yang bisa merusak sistemnya sendiri dapat dicegah seminimal mungkin, oleh suatu faktor yang kuat berupa suasana pemikiran yang mendukung itu. Bahkan dalam menghadapi provokasi besar-besaran dan gencar, suasana pemikiran yang menekankan kesetiaan pada sistem itu dapat diharapkan menjadi benteng yang tangguh.
Input-dukungan dapat diidentifikasi melalui :
(1)   Wilayah Dukungan
Dukungan dimasukkan ke dalam sistem politik dan mengarah pada tiga sasaran: komunitas, rejim, dan pemerintah. Diantara ketiganya ini harus terdapat konvergensi atau kesatuan sikap, pendapat maupun kehendak.
(a)     Komunitas Politik. Tidak satu pun sistem politik yang dapat terus melangsungkan kerjanya kalau anggota-anggotanya tidak bersedia mendukung eksistensi suatu kelompok yang berusaha menyelesaikan perbedaan-perbedaan atau mendorong pembuatan keputusan-keputusan melalui tindakan-tindakan bersama secara damai.
(b)     Rejim.  Rejim terdiri dari semua pengaturan yang mengatur cara menangani tuntutan yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut dan cara melaksanakan keputusan. Ini semua adalah yang biasa disebut dengan “aturan main” , dan yang dipakai oleh sebagian besar anggota sistem tersebut sebagai ukuran untuk menilai sah-tidaknya tindakan anggota sistem.  Dukungan terhadap aturan main ini dalam istilah barat disebut dengan azas-azas konstitusional. Keselarasan tindakan-tindakan anggota-anggota suatu sistem untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat dukungan mereka terhadap suatu komunitas politik melalui azas-azas (konstitusional) yang mengatur bagaimana dan dimana penyelesaian tuntutan-tuntutan yang berbeda harus dilakukan.
(c)      Pemerintah.  Bila suatu sistem politik ingin memiliki kemampuan untuk menangani tuntutan-tuntutan yang saling bertentangan yang dimasukkan kedalamnya, bukan hanya anggota-anggotanya harus bersedia mendukung penyelesaian konflik-konflik ini secara bersama-sama dan harus memiliki konsensus tentang aturan main dalam penyelesaian konflik-konflik, tetapi anggota-anggota sistem itu juga harus mendukung suatu pemerintahan yang melaksanakan tugas-tugas konkrit menyelesaikan konflik-konflik itu.  Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendapatkan dukungan yakni melalui bujukan, persetujuan, manipulasi bahkan paksaan.  Paksaan dilakukan pemerintah untuk meraih dukungan masyarakat  yaitu dengan menggunakan ancaman kekuataan kekerasan. Namun sudah menjadi suatu aksioma  ilmu politik bahwa suatu pemerintahan  yang didasarkan atas penggunaan kekerasan semata-mata (seperti halnya pada paradigma pemerintahan police state) tidak akan dapat bertahan lama, karena itu suatu pemerintahan harus menciptakan suatu suasana pemikiran yang mendukung di kalangan warga negaranya.
(2)   Kuantitas dan Ruang Lingkup Dukungan
Berapa banyak dukungan yang diperlukan oleh suatu sistem dan berapa banyak anggota sistem yang dibutuhkan untuk memberikan dukungan  bila suatu sistem ingin memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan merubah tuntutan-tuntutan menjadi keputusan-keputusan? Tidak ada jawaban sederhana  yang dapat diberikan. Situasi aktual dalam setiap kasus akan menentukan jumlah dan ruang lingkup yang dibutuhkan itu.
B.      CARA SISTEM POLITIK MEMELIHARA DUKUNGAN
Tidak ada satu pun sistem politik dapat menghasilkan output yang berupa keputusan-keputusan otoritatif, jika dukungan disamping tuntutan tidak memperoleh jalan untuk masuk ke dalam sistem. Pada bab sebelumnya sudah dibahas oleh Easton mengenai sasaran-sasaran dukungan bisa diarahkan, kuantitas dan ruang lingkupnya. Permasalahan lebih lanjut adalah bagaimana suatu sistem dapat mengelola untuk memelihara agar arus dukungan yang tetap? Tanpa arus dukungan yang tetap dan ajeg , suatu sistem tidak dapat menyerap energi yang cukup memadai dari anggota-anggotanya untuk mengubah suatu tuntutan menjadi keputusan. Easton mengemukakan bagaimana sistem dapat mempertahankan dukungan dengan memanfaatkan mekanisme-mekanisme berikut:

(1)   Output-output sebagai mekanisme dukungan
Output dari suatu sistem politik berujud suatu keputusan atau kebijaksanaan politik. Salah satu cara untuk memperkuat ikatan antara anggota-anggota dengan sistem adalah dengan menciptakan atau memberikan keputusan-keputusan yang bisa memenuhi tuntutan-tuntutan sehari anggotanya. Tanpa pemenuhan sedikitpun  terhadap tuntutan-tuntutan yang ada jelas akan mengendurkan kegiatan  dari semua anggota sistem kecuali mungkin yang memiliki semangat patriotik atau fanatis.
Output-output  yang berujud keputusan-keputusan politik merupakan pendorong khas bagi anggota-anggota suatu sistem untuk mendukung sistem tersebut. Dalam setiap sistem, dukungan yang diberikan anggotanya sebagian akibat ketakutan akan sanksi atau keterpaksaan; dalam sistem-sistem otokratik proporsi dukungan-terpaksa itu mencapai titik maksimum, namun semakin demokratis suatu sistem, proporsi itu menurun.
Karena  output-output yang khas dari suatu sistem adalah keputusan-keputusan mengenai kebijaksanaan, maka pada pemerintahan terletak tanggung jawab tertinggi untuk menyesuaikan atau menyeimbangkan output  berupa keputusan dengan input yang berupa tuntutan. Tetapi untuk memperoleh dukungan, tentu saja pemerintah tidak perlu memenuhi semua tuntutan yang ada walaupun tuntutan tersebut diajukan oleh kelompok yang paling berpengaruh dan gigih. Karena pemerintah akan tetap mendapat dukungan dari para anggotanya sepanjang keputusan-keputusan politik yang dibuatnya  secara umum dapat memenuhi kepentingan mereka.
Selain itu pemerintah juga perlu menyiapkan dukungan cadangan yang berujud pada kesetiaan partai yang mendukung pemerintah tersebut. Karena partai merupakan sarana khusus  dalam masyarakat untuk mengerahkan dan memelihara dukungan bagi suatu pemerintahan.  Tetapi tetap saja, keputusan-keputusan politik yang kurang memberikan keuntungan atau ganjaran (rewards) kepada anggota-anggota sistem, akhirnya dapat membahayakan kelangsungan sistem bahkan kesetiaan kepada partai yang tangguh sekalipun. Ketidakmampuan pemerintah untuk menghasilkan output-output yang memuaskan  bagi anggota-anggota suatu sistem akan merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan baru untuk merubah rejim yang berlaku atau menghancurkan komunitas politik itu. 
(2)   Politisasi sebagai mekanisme dukungan
Ada beberapa kasus, dimana suatu sistem tetap bertahan  dan berfungsi  meskipun tingkat pemenuhan tuntutan-tuntutan anggotanya sangat rendah dan juga paksaan terhadap masyarakat terbatas. Dan beberapa sistem politik juga mampu bertahan meskipun input-dukungan tidak memadai. Hal ini disebabkan karena cadangan dukungan yang telah diakumulasikan sebagai akibat dari keputusan-keputusan yang lalu bisa ditingkatkan dan diperkuat dengan cara politisasi. Mekanisme yang digunakan adalah dengan melakukan sosialisasi politik bagi seorang individu sejak masa kanak-kanak dalam usaha memahami  bagaimana suatu sistem politik menciptakan dan mengakumulasikan sumber atau cadangan dukungan yang besar.  Kedua, sosialisasi politik yang dialami individu akan membuatnya menganut nilai-nilai dan sikap-sikap politik dan menjalankan tindakan politik yang dianggap benar dan diterima secara umum, nilai-nilai politik yang begitu melembaga kemudian akan menentukan kewajiban-kewajiban yang dijalankan individu   sehingga tercipta suatu keselarasan dalam tindakan-tindakan individu dengan penafsiran dan pencapaian tujuan bersama.
Politisasi juga melibatkan ganjaran, hukuman, keuntungan maupun kerugian. Siapapun  yang mengikuti (suka atau tidak) akan mendapat ganjaran  misalnya dihormati, dibutuhkan, keuntungan material (kekayaan), pengaruh dan kesempatan-kesempatan.  Tetapi yang mengingkari nilai-nilai masyarakat/sistem di luar batas, konsekuensinya kita akan ditolak, diasingkan, tidak dihargai bahkan menderita kerugian material.
Ketiga, penanaman nilai-nilai politik cenderung berulang-ulang. Berbagai mitos, doktrin dan filsafat politik ditanamkan suatu penafsiran tertentu  mengenai tujuan-tujuan dan norma-norma  kepada setiap generasi. Unsur-unsur yang menentukan dalam proses penanaman atau pewarisan nilai-nilai itu adalah orang tua, saudara, teman sepergaulan, guru, organisasi, dan pemimpin masyarakat, disamping juga lambang-lambang fisik seperti bendera dan upacara yang dipenuhi dengan makna politik.
Proses penanaman nilai-nilai politik dan rasa keterikatan pada sistem politik ke dalam  diri anggota masyarakat inilah yang disebut dengan politisasi. Bila keterikatan itu menjadi berakar sangat kuat  atau terlembaga, atau sistem politiknya memiliki legitimasi yang tinggi, politisasi berjalan efektif yang dapat membuktikan pada sistem politik tersebut dapat bertahan lama dan memperoleh legitimasi yang dapat dialihkan (diwariskan) kepada generasi berikutnya. Dengan kata lain, Easton menegaskan bahwa bila suatu sistem politik ingin dapat bertahan lama dalam  menghadapi gelombang dan goncangan, maka sistem itu harus menciptakan dukungan  yang didasarkan pada pengakuan akan legitimasi pemerintah dan rejimnya, karena dukungan semacam inilah yang mampu menciptakan cadangan-cadangan dukungan yang memadai. 

ANALISA INPUT-OUTPUT MITCHELL

            Contoh lain daripada analisis input dan output adalah sebagaimana dikemukakan oleh Mitchell. Mitchell membagi ‘inputs and outputs’ dengan satu cara yang sedikit atau agak berbeda dengan yang dikemukakan oleh David Easton. Menurut Mitchell semua input sistem politik tidak hanya berupa demands dan supports saja melainkan juga perlu memperhitungkan semua input-input sistem termasuk harapan dan sumber-sumber yang ada dimana sistem itu beroperasi.
Mitchell mendefinisikan ‘outputs’ sistem dalam tiga kategori-tujuan yaitu nilai, ongkos/biaya dan pengawasan. Nilai merupakan pengertian ‘outputs’ positif sedangkan biaya adalah negatif. Satu nilai untuk seorang pribadi biasanya meliputi biaya untuk dirinya sendiri atau orang lain. Sedangkan kontrol adalah cara-cara di mana tujuan,  nilai dan biaya diimplementasikan.
            Dilihat dari analisa inputs-outputs Easton dan Mitchell, dapat dikatakan bahwa David Easton berbicara dalam istilah sosiologi politik sedangkan Mitchell mengemukakan sistem politik dalam interpretasi ekonomi. Walaupun model polity/pemerintahan Mitchell memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara tuntutan, harapan, sumber,-sumber dan dukungan di satu sisi dan tujuan sistem, nilai-nilai dan biaya-biaya serta pengawasan di sisi lain, model perubahan pemerintahan nyata/manifest berdasarkan model analisa input-output Mitchel menggambarkan  terjadinya hubungan timbal balik antara sumber, tuntutan dan dukungan, manfaat publik  dan  jasa satu sama lainnya.
            Model yang digambarkan Mitchel mengenai sistem politik, seperti dalam salah satu tulisannya, Mitchel menjelaskan bahwa tujuannya adalah mendiskusikan tentang ‘bentuk teori politik yang akan datang’ yang meramalkan bahwa teori politik baru di bawah pengaruh ekonomi akan menambah kesenjangan jika kita tidak berbuat sesuatu. Mitchel siap membuat awal yang sangat kuat dalam kesejahteraan ekonomi dan dalam perkembangan cara-cara seperti ‘analisis biaya keuntungan’, teori sistem, ‘program penganggaran’ dan teori ekonomi lebih umumnya”.
            




No comments:

Post a Comment

PROSES PEMBELAJARAN DAN PRAKTEK SCL

             Belajar bukan sekedar mendapat pengetahuan, tetapi juga mengaplikasikan pengetahuan tersebut pada analisis yang kritis, krea...